Sabtu, 30 Oktober 2010

Waspadai Kepentingan Terselubung di Balik Moratorium Oslo


            Indonesia harus mulai waspada terhadap kepentingan-kepentingan yang terselubung di balik Moratorium Oslo yang dinilai hanya akan membawa kerugian bagi negara. Pasalnya, Norwegia yang turut menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan Indonesia atau lebih dikenal dengan Moratorium Oslo, memunyai kepentingan yang sama dengan Indonesia, yaitu negara yang turut mengelola hasil hutan.

 Indonesia harus mewaspadai moratorium, karena Norwegia pun memunyai kepentingan yang sama dengan Indonesia. LoI akan membatasi gerak Indonesia dalam pengelolaan hasil hutan, ungkap pengamat ekonomi dari Indef Aviliani yang dihubungi Media Indonesia, Selasa (29/6).

               Menurutnya, penegakan hukum pengelola hutan seharusnya tidak dimasukkan ke dalam LoI karena terkesan Indonesia sedang diawasi Norwegia. Pemerintah seharusnya mempercayakan kepada para pemengang hak pengelolaan hutan (HPH).
Dana US$1 miliar yang diberikan Norwegia pun dinilai sebagai alat untuk membatasi gerak Indonesia dalam mengelola hutannya sendiri. Tidak ada hibah yang gratis, ujar Aviliani.

             Disamping itu, Indonesia pun sebenarnya belum siap umelakukan kebijakan moratorium tersebut. Karena seharusnya sebelum LoI terlebih dahulu dilakukan konsolidasi atau pembahasan tata ruang dengan mengikutsertakan pemerintah daerah, sehingga informasi kebijakan moratorium biasa tersampaikan secara jelas dan seimbang kepada para stakeholder

            Aviliani mengungkapkan bahwa kebijakan moratorium tersebut akan membawa dampak ekonomi yang besar. Terutama industri ekspor kehutanan, di mana terdapat banyak tenaga kerja yang bergantung pada sektor tersebut. Jangan sampai pembatasan tersebut memberikan dampak terhadap tenaga kerja.

        Pemerintah harus lebih memperhatikan sektor hulu dan hilirnya dibanding mengikuti kemauan Negara pemberi dana. Sebab belum lagi program moratorium tersebut diperkirakan memakan dana yang besar dan tidak sebanding dengan dana yang akan diberikan Norwegia. Dana monitoring akan lebih besar dibanding dana perbaikannya.

Sebelumnya Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa Kerja sama tersebut merupakan bentuk penghargaan Norwegia terhadap Indonesia. Di mana tujuan dari moratorium tersebut agar hutan lebih tertata dan terkelola lebih baik. “Dengan hutan yang terkelola baik, kesejaheraan rakyat di sekitar hutan pun akan lebih baik,katanya.

Beliau mengatakan, moratorium tidak sepenuhnya diterapkan seluruh sektor kehutanan, karena geothermal, migas, dan yang diperuntukkan bagi kepentingan publik seperti power plant dan waduk menjadi pengecualian. Dan pemerintah akan mengarahkan pengusaha untuk menggunakan lahan terlantar dan lahan hutan tidak berhutan.

"Ada 40 juta hektare hutan tidak berhutan dan 12 juta hektare lahan terlantar. Baik industri maupun perkebunan kelapa sawit seharusnya menggunakan lahan-lahan tersebut,itulah yang ingin kita kelola, bukan hutan primer.

Indonesia harusnya mewaspadai moratorium itu , karena Norwegia pun memunyai kepentingan yang sama dengan Indonesia. dimana tujuan utamanya adalah membatasi gerak Indonesia dalam pengelolaan hasil hutan.
penegakan hukum pengelola hutan seharusnya tidak dimasukkan ke dalam LoI karena terkesan Indonesia sedang diawasi Norwegia. Pemerintah seharusnya mempercayakan kepada para pemengang hak pengelolaan hutan (HPH).
Dana US$1 miliar yang diberikan Norwegia pun dinilai sebagai alat untuk membatasi gerak Indonesia dalam mengelola hutannya sendiri. Tidak ada hibah yang gratis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar