Sabtu, 30 Oktober 2010

Masya Allah ! Pemerintah Sangat Liberal


         
                 Tegas dan jelas menolak asingisasi perekonomian Amerika Serikat. Begitulah sikap politisi dan pemerintah AS menanggapi keinginan BUMN Cina CNOOC untuk mengakuisisi perusahaan swasta nasionalnya Unocal yang bergerak di bidang migas.
Sikap penolakan AS ini bertentangan dengan agenda Neoliberal yang dikampanyekan AS sendiri. Memang bukan tanpa alasan AS menolak pengambilalihan Unocal oleh Cina. AS memandang membiarkan Unocal menjadi milik asing merupakan tindakan bodoh yang akan mengancam keamanan nasional. Bagi AS lebih baik menjilat ludah sendiri daripada menjual diri.

Berbeda dengan sikap AS, sebagai negara berkembang Indonesia mengambil kebijakan yang jauh lebih liberal. Indonesia sangat berani menjual BUMN-BUMN strategis kepada asing dan swasta nasional. Bahkan untuk memuluskan liberalisasi perekonomian Indonesia, DPR telah mengesahkan Undang-Undang Penanaman Modal tahun 2007.

pertama, disamakannya kedudukan investor lokal dengan investor asing dalam seluruh bidang usaha.  
Kedua, tidak ada pembedaan bidang usaha. 
Ketiga, undang-undang ini melarang negara melakukan nasionalisasi.  
Keempat, penyelesaian sengketa dengan investor asing dilakukan di arbitrase internasional bukan di pengadilan Indonesia.

Seluruh Saham BUMN Industri Dijual

             Perkembangan terbaru tentang agenda privatisasi BUMN 2008 yang disampaikan Kementerian BUMN, jumlah BUMN yang akan diprivatisasi 34 BUMN. Dari 34 BUMN tersebut, Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu menyatakan Kementerian BUMN siap melepas seluruh saham pemerintah Indonesia di 14 BUMN. BUMN ini bergerak di bidang industri dan beberapa BUMN perkapalan dan konstruksi (Bisnis Indonesia Online, 25/1/2007).

Pemerintah di Luar Batas 

           Masya Allah, pemerintah sudah sangat melampaui batas. Pemerintah memandang BUMN laksana barang dagangan yang dapat dijual secara obral dengan sistem partai atau pun eceran. Pemerintah tidak memandang bagaimana mengadakan (memproduksi) barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Bukankah berbagai kelangkaan barang kebutuhan pokok telah terjadi tahun 2007 lalu dan awal tahun ini?

               Salah satunya kelangkaan minyak goreng tahun 2007 lalu yang sangat memberatkan masyarakat karena menyebabkan harganya melonjak 30%. Kelangkaan tersebut ironi mengingat Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar di dunia. Menurut data Development Prospects Group, The World Bank 2007, produksi CPO Indonesia 2006/2007 mencapai 16,82 juta Mt dimana 76,40% diekspor. Melonjaknya harga komoditi CPO di pasar internasional menyebabkan produsen CPO Indonesia mengutamakan ekspor daripada pasokan nasional.

               Pemerintah tidak berdaya menghadapi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng kecuali dengan mengandalkan senjata pajak (ekspor). Hal ini disebabkan kendali kepemilikan perkebunan kelapa sawit bukan di tangan pemerintah melainkan di tangan swasta dan investor asing. Bahkan meskipun salah satu BUMN yang bergerak di bidang perkebunan pun tidak dapat diandalkan untuk memasok kebutuhan minyak goreng nasional.

               Kasus-kasus kelangkaan dan kenaikan berbagai komoditi kebutuhan pokok seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah dalam mengelola kebijakan ekonomi. Langkah pemerintah memprivatisasi puluhan BUMN dan menjual seluruh saham BUMN industri sangat membahayakan kepentingan nasional. Karena BUMN industri terkait dengan sektor industri hilirnya.

                Kendali asing dan swasta atas perekonomian nasional akan semakin kuat sementara motif mereka menjalankan usaha hanyalah untuk mendapat laba sebanyak-banyaknya bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka berproduksi bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tetapi untuk memenuhi kebutuhan pasar, karena laba hanya akan didapat apabila mereka memasok kebutuhan pasar. 

                Tokoh ekonomi Neoliberal, Milton Friedman menyatakan tanggung jawab sosial bisnis adalah mengerahkan seluruh sumber daya untuk meningkatkan akumulasi laba (Milton Friedman, The Social Responsibility of Business is to Increase its Profits).

Penutup
                 Kebijakan privatisasi BUMN sangat membahayakan kepentingan nasional. Rasulullah melarang setiap kebijakan yang membahayakan sebagaimana sabdanya: “Tidak boleh ada bahaya (dlarar) dan (saling) membahayakan” (HR Ahmad & Ibn Majah). Sebaliknya kebijakan pemerintah seharusnya berfungsi untuk melindungi kepentingan rakyatnya. Rasulullah saw bersabda: “Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya)” (HR. Muslim).

                  Kebijakan ini juga melanggar hak umat, sebab BUMN-BUMN yang diprivatisasi terkatagori harta milik umum sehingga pemerintah tidak memiliki kewenangan menjualnya kepada para investor. Apakah pejabat-pejabat yang mengambil kebijakan privatisasi tidak takut dengan hari pembalasan di mana umat akan menuntut hak-haknya yang diambil pemerintah saat ini? Dalam hadis riwayat Bukhari Muslim, Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja seorang pemimpin yang mengurusi kaum muslimin, kemudian ia meninggal sedangkan ia berbuat curang terhadap mereka maka Allah mengharamkan surga baginya.” [HM]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar